Awan mendung menggayuti langkah PT Ajinomoto Indonesia. Dengan berat hati, manajemen penyedap rasa itu harus menarik puluhan ribu ton produknya yang telanjur beredar di pasaran. Tindakan ini harus ditempuh karena Majelis Ulama Indonesia telah menjatuhkan vonis: ada lemak babi pada bumbu masak cap mangkok merah itu. Bukan tuduhan yang ringan, tentunya.
Kejadian naas ini bermula ketika MUI secara resmi mengeluarkan fatwa agar masyarakat tak mengkonsumsi produk Ajinomoto terhitung tanggal 13 Oktober hingga 24 November 2000. Seruan tersebut jelas mengagetkan. Sebab, di saat Mandra dan Paramitha Rusady mengajak masyarakat untuk menggunakan Ajinomoto, pemerintah malah menginstruksikan agar manajemen segara menarik semua bumbu masak keluaran Ajinomoto.
Akhirnya, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM) pun memerintahkan PT Ajinomoto Indonesia menarik seluruh produk MSG (monosodium glutamat/vetsin) yang beredar di Indonesia dalam waktu tiga pekan, terhitung 3 Januari 2001. Menurut Dirjen POM Sampurno, keputusan memerintahkan penarikan produk MSG Ajinomoto itu diambil setelah ia bertemu dengan perwakilan Departemen Agama, wakil MUI, dan Lembaga Penelitian (LP) POM-MUI.
Genderang ini kontan disambut pedagang di beberapa daerah. Berdasarkan informasi yang diperoleh Dirjen POM dari Direksi PT Ajinomoto, produksi Oktober-November MSG Ajinomoto mencapai 10 ribu ton. Dari jumlah itu, 7.000 ton untuk diekspor, sedangkan sisanya sebagian masih berada di gudang-gudang dan sebagian lainnya beredar di masyarakat.
Di Nusatenggara Barat, sedikitnya ada 3,5 ton bumbu penyedap MSG merek Ajinomoto yang ditarik dari pasaran. Untungnya, penarikan ini disertai pemberian ganti rugi kepada para pedagang dan pengecer, sehingga tak terlalu menimbulkan masalah. Kepala Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan Perdagangan NTB Bustinir mengatakan, penarikan bumbu penyedap Ajinomoto tersebut dibatasi hingga tiga pekan, karena itu para pengecer yang masih memiliki stok bumbu masak itu hendaknya segera menyerahkan kepada petugas.
Penarikan Ajinomoto ternyata tak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga terjadi di Singapura yang mengimpornya dari Indonesia. Ajinomoto Singapura terpaksa menarik bumbu masak kemasan satu kilogram dari pertokoan di negeri itu, sebagai langkah kepedulian terhadap warga muslim Singapura. Sebelumnya Badan Agama Islam Singapura (MUIS) telah menganjurkan para konsumen muslim untuk berhati-hati dalam memilih bumbu masak. MUIS juga mengajak masyarakat untuk memeriksa supermarket-supermarket guna memastikan bahwa produk yang tidak halal itu sudah tak ada lagi di pasaran.
Sedangkan di Tanah Air, penarikan Ajinomoto terus berlanjut. Di Jawa Timur, polisi terpaksa menyita produk Ajinomoto yang masih beredar untuk dijadikan barang bukti. Kepala Polda Jatim Inspektur Jenderal Sutanto menyerukan seluruh agen Ajinomoto agar menyerahkan bumbu masak ini secara sukarela. Ia juga berjanji untuk membicarakan persoalan ganti rugi antara agen dengan perusahaan. Hingga saat ini, menurut Kepala Bidang Perdagangan Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan Perdagangan Jatim Agus Hariadi, penarikan Ajinomoto tak mengganggu perekonomian di daerah tersebut. Namun, berita Ajinomoto memang sempat meresahkan masyarakat.
Peredaran bumbu masak berlabel halal itu jelas meresahkan. Maklumlah, penduduk negeri ini mayoritas memang muslim. Itu sebabnya, Ketua Komisi E DPRD Aceh Ibrahim sangat menyesalkan atas tindakan perusahaan penyedap rasa Ajinomoto yang sengaja mencampurkan nutrisi berunsur lemak babi ke dalam bumbu tersebut. Saat ini, kata Ibrahim, bumbu masak Ajinomoto masih beredar, dijual, dan dikonsumsi masyarakat desa di Aceh. Pasalnya, mereka belum tahu bila bumbu penyedap masakan itu mengandung lemak babi.
Derita PT Ajinomoto Indonesia kian panjang setelah sejumlah pedagang nasi, soto, dan bakso di Bandung, Jawa Barat, memasang pengumuman di warung-warung tempat mereka jualan. Dalam pengumuman tersebut, para pedagang menyatakan bahwa dagangan mereka tak menggunakan bumbu masak Ajinomoto. Itu sengaja dilakukan Ny Aam, pedagang soto Madura di Cibereum, karena ia merasa capek menjawab pertanyaan pelanggan yang mau makan di warungnya. " Hampir setiap orang yang mau makan tanya, pakai Ajinomoto atau tidak? Ya, saya jawab saja tidak. Buktinya, saya memang sudah tidak pakai. Tetapi, kalau terus-terusan tiap orang mau makan tanya begitu, saya jadi kesal juga," tutur Ny Aam, memberi alasan.
Kendati pemerintah telah mengintruksikan untuk menarik Ajinomoto, penyedap rasa itu ternyata masih ada di beberapa pasar. Di pasar tradisional Perumahan Nasional Tamalete dan Kompleks Pemukiman Bumi Permata Hijau, Makassar, Sulawesi Selatan, produk tersebut masih marak beredar. Menurut para pedagang, masih banyak kaum ibu yang mencari bumbu penyedap Ajinomoto karena mereka sudah biasa menggunakan produk tersebut. Namun, ada juga sebagian warga yang tak mengetahui bahwa produk tersebut dinyatakan haram. Tak perlu heran bila pamasaran produk Ajinomoto di Sulsel mencapai 30 persen dari produksi nasional.
Dalam menjalankan bisnis perusahaan haruslah menggunakan norma umum dan norma khusus. norma dibutuhkan agar perusahaan mempunyai pedoman dalam menjalankan perusaan sebaik mungkin, pada PT Ajinimoto norma yang berlaku tidak dijalankan sebagaimana mestinya sehingga kegiatan perusahaan menyimpang dan merugikan konsumen.
Dalam etika terapan dapat dibagi menjadi etika umum dan khusus, dilihat dari etika umum perusahaan ini tidak bertindak secara etis dan jika dilihat dari etika khusus perusahaan ini tidak menerapkan prinsip dan norma dasar dalam bidang kehidupan yang khusus.
Kasus pemakaian lemak babi dalam produk penyedap rasa yang diproduksi PT Ajinomoto indonesia sangatlah memperihatinkan karena etika bisnis perusahaan sangatlah buruk, bisnis dan moral tidak saling berhubungan. Etika dan moralitas yang berlaku tidak digunakan dalam menjalankan bisnis perusahaan, sehingga kegiatan bisnis yang dilakukan menyimpang dan membuat rugi konsumen dan perusahaan. perusahaan hanya mementingkan keuntungan dibandingkan moral perusahaan, mungkin perusahaan ini beranggapan jika memperhatikan moral perusahaan akan berada diposisi tidak menguntungan dikondisi persaingan yang ketat.
PT Ajinomoto Indonesia dalam menjalankan kegiatan bisnisnya seharusnya mempunyai budaya perusahaan atau corporate culture, agar kegiatan yang dilakukan perusahaan dari generasi ke generasi menganut prinsip - prinsip etika bisnis supaya perusahaan berjalan dengan baik dan tidak menyimpang. Prinsip-prinsip etika bisnis tersebut diantaranya :
Jadi, meskipun betapa sulitnya menjalankan usaha untuk dapat memperoleh keuntungan sangat penting mempunyai dan menghayati etika bisnis, norma dan moralitas serta penerapan prinsip-prinsip etika bisnis supaya terbentuk stakeholder paradigma yang baik.
Sumber:
http://news.liputan6.com/read/6058/ramai-ramai-menarik-ajinomoto
Kejadian naas ini bermula ketika MUI secara resmi mengeluarkan fatwa agar masyarakat tak mengkonsumsi produk Ajinomoto terhitung tanggal 13 Oktober hingga 24 November 2000. Seruan tersebut jelas mengagetkan. Sebab, di saat Mandra dan Paramitha Rusady mengajak masyarakat untuk menggunakan Ajinomoto, pemerintah malah menginstruksikan agar manajemen segara menarik semua bumbu masak keluaran Ajinomoto.
Akhirnya, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM) pun memerintahkan PT Ajinomoto Indonesia menarik seluruh produk MSG (monosodium glutamat/vetsin) yang beredar di Indonesia dalam waktu tiga pekan, terhitung 3 Januari 2001. Menurut Dirjen POM Sampurno, keputusan memerintahkan penarikan produk MSG Ajinomoto itu diambil setelah ia bertemu dengan perwakilan Departemen Agama, wakil MUI, dan Lembaga Penelitian (LP) POM-MUI.
Genderang ini kontan disambut pedagang di beberapa daerah. Berdasarkan informasi yang diperoleh Dirjen POM dari Direksi PT Ajinomoto, produksi Oktober-November MSG Ajinomoto mencapai 10 ribu ton. Dari jumlah itu, 7.000 ton untuk diekspor, sedangkan sisanya sebagian masih berada di gudang-gudang dan sebagian lainnya beredar di masyarakat.
Di Nusatenggara Barat, sedikitnya ada 3,5 ton bumbu penyedap MSG merek Ajinomoto yang ditarik dari pasaran. Untungnya, penarikan ini disertai pemberian ganti rugi kepada para pedagang dan pengecer, sehingga tak terlalu menimbulkan masalah. Kepala Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan Perdagangan NTB Bustinir mengatakan, penarikan bumbu penyedap Ajinomoto tersebut dibatasi hingga tiga pekan, karena itu para pengecer yang masih memiliki stok bumbu masak itu hendaknya segera menyerahkan kepada petugas.
Penarikan Ajinomoto ternyata tak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga terjadi di Singapura yang mengimpornya dari Indonesia. Ajinomoto Singapura terpaksa menarik bumbu masak kemasan satu kilogram dari pertokoan di negeri itu, sebagai langkah kepedulian terhadap warga muslim Singapura. Sebelumnya Badan Agama Islam Singapura (MUIS) telah menganjurkan para konsumen muslim untuk berhati-hati dalam memilih bumbu masak. MUIS juga mengajak masyarakat untuk memeriksa supermarket-supermarket guna memastikan bahwa produk yang tidak halal itu sudah tak ada lagi di pasaran.
Sedangkan di Tanah Air, penarikan Ajinomoto terus berlanjut. Di Jawa Timur, polisi terpaksa menyita produk Ajinomoto yang masih beredar untuk dijadikan barang bukti. Kepala Polda Jatim Inspektur Jenderal Sutanto menyerukan seluruh agen Ajinomoto agar menyerahkan bumbu masak ini secara sukarela. Ia juga berjanji untuk membicarakan persoalan ganti rugi antara agen dengan perusahaan. Hingga saat ini, menurut Kepala Bidang Perdagangan Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan Perdagangan Jatim Agus Hariadi, penarikan Ajinomoto tak mengganggu perekonomian di daerah tersebut. Namun, berita Ajinomoto memang sempat meresahkan masyarakat.
Peredaran bumbu masak berlabel halal itu jelas meresahkan. Maklumlah, penduduk negeri ini mayoritas memang muslim. Itu sebabnya, Ketua Komisi E DPRD Aceh Ibrahim sangat menyesalkan atas tindakan perusahaan penyedap rasa Ajinomoto yang sengaja mencampurkan nutrisi berunsur lemak babi ke dalam bumbu tersebut. Saat ini, kata Ibrahim, bumbu masak Ajinomoto masih beredar, dijual, dan dikonsumsi masyarakat desa di Aceh. Pasalnya, mereka belum tahu bila bumbu penyedap masakan itu mengandung lemak babi.
Derita PT Ajinomoto Indonesia kian panjang setelah sejumlah pedagang nasi, soto, dan bakso di Bandung, Jawa Barat, memasang pengumuman di warung-warung tempat mereka jualan. Dalam pengumuman tersebut, para pedagang menyatakan bahwa dagangan mereka tak menggunakan bumbu masak Ajinomoto. Itu sengaja dilakukan Ny Aam, pedagang soto Madura di Cibereum, karena ia merasa capek menjawab pertanyaan pelanggan yang mau makan di warungnya. " Hampir setiap orang yang mau makan tanya, pakai Ajinomoto atau tidak? Ya, saya jawab saja tidak. Buktinya, saya memang sudah tidak pakai. Tetapi, kalau terus-terusan tiap orang mau makan tanya begitu, saya jadi kesal juga," tutur Ny Aam, memberi alasan.
Kendati pemerintah telah mengintruksikan untuk menarik Ajinomoto, penyedap rasa itu ternyata masih ada di beberapa pasar. Di pasar tradisional Perumahan Nasional Tamalete dan Kompleks Pemukiman Bumi Permata Hijau, Makassar, Sulawesi Selatan, produk tersebut masih marak beredar. Menurut para pedagang, masih banyak kaum ibu yang mencari bumbu penyedap Ajinomoto karena mereka sudah biasa menggunakan produk tersebut. Namun, ada juga sebagian warga yang tak mengetahui bahwa produk tersebut dinyatakan haram. Tak perlu heran bila pamasaran produk Ajinomoto di Sulsel mencapai 30 persen dari produksi nasional.
ANALISIS MENGGUNAKAN BAB 1,2,3,4
Dalam menjalankan bisnis perusahaan haruslah menggunakan norma umum dan norma khusus. norma dibutuhkan agar perusahaan mempunyai pedoman dalam menjalankan perusaan sebaik mungkin, pada PT Ajinimoto norma yang berlaku tidak dijalankan sebagaimana mestinya sehingga kegiatan perusahaan menyimpang dan merugikan konsumen.
Dalam etika terapan dapat dibagi menjadi etika umum dan khusus, dilihat dari etika umum perusahaan ini tidak bertindak secara etis dan jika dilihat dari etika khusus perusahaan ini tidak menerapkan prinsip dan norma dasar dalam bidang kehidupan yang khusus.
Kasus pemakaian lemak babi dalam produk penyedap rasa yang diproduksi PT Ajinomoto indonesia sangatlah memperihatinkan karena etika bisnis perusahaan sangatlah buruk, bisnis dan moral tidak saling berhubungan. Etika dan moralitas yang berlaku tidak digunakan dalam menjalankan bisnis perusahaan, sehingga kegiatan bisnis yang dilakukan menyimpang dan membuat rugi konsumen dan perusahaan. perusahaan hanya mementingkan keuntungan dibandingkan moral perusahaan, mungkin perusahaan ini beranggapan jika memperhatikan moral perusahaan akan berada diposisi tidak menguntungan dikondisi persaingan yang ketat.
PT Ajinomoto Indonesia dalam menjalankan kegiatan bisnisnya seharusnya mempunyai budaya perusahaan atau corporate culture, agar kegiatan yang dilakukan perusahaan dari generasi ke generasi menganut prinsip - prinsip etika bisnis supaya perusahaan berjalan dengan baik dan tidak menyimpang. Prinsip-prinsip etika bisnis tersebut diantaranya :
- Prinsip kejujuran, PT Ajinomoto seharusnya transparan akan komposisi atau kandungan yang dipakai produk tersebut agar semua pihak mengetahui dan dapat memilih mana yang baik dikonsumsi dan mana yang tidak baik.
- Prinsip otonomi, langkah penarikan produk penyedap rasa yang memakai lemak babi adalah keputusan yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan.
- Prinsip keadilan, setiap konsumen mempunyai keyakinan agama masing-masing dan norma yang berlaku didalamnya, ada yang memperbolehkan dan tidak memperbolehkan suatu zat. Seperti agama islam yang mengharamkan babi dan diagama lain yang memperbolehkan babi, sebaiknya PT Ajinomoto tidak memakai lemak babi dalam produknya agar semua konsumen muslin atau non muslim dapat menggunakan penyedap rasa tersebut.
- Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle), jika produk yang diproduksi tidak layak itu akan membuat kerugian bagi konsumen, PT Ajinomoto tidak memperhatiakan hal tersebut dalam kegiatan bisnisnya sehingga banyak yang dirugikan.
- Prinsip integritas moral, saat kasus seperti ini sudah terjadi meski produk telah ditarik dari peredaran dan ganti rugi sudah diberikan namun tetap saja nama baik perusahaan jadi buruk dimata konsumen.
Jadi, meskipun betapa sulitnya menjalankan usaha untuk dapat memperoleh keuntungan sangat penting mempunyai dan menghayati etika bisnis, norma dan moralitas serta penerapan prinsip-prinsip etika bisnis supaya terbentuk stakeholder paradigma yang baik.
Sumber:
http://news.liputan6.com/read/6058/ramai-ramai-menarik-ajinomoto