Paradigma ekonomi pasca modern berpusat pada konsumen sebagai individu konsumtif. Konsumen menentukan produk apa yang diinginkan sehingga menuntut produsen peka terhadap keinginan tersebut. Maka tidak heran, tren barang atau jasa yang beredar sekarang ini bersifat tentatif, terbatas, dan partikular sehingga setiap orang dapat memilikinya secara eksklusif.
Memang korelasi pemasaran produksi dan budaya pasca modern sangat memengaruhi perilaku konsumtif bagi masyarakat Indonesia, namun satu hal yang tidak bisa dipungkiri dimana perilaku itu muncul bukan disebabkan oleh faktor eksternal saja. Hal ini pun dipicu oleh faktor internal yaitu keinginan setiap individu untuk memiliki segala sesuatu.
Konsumsi adalah sebuah prilaku aktif dan kolektif, ia merupakan paksaan, sebuah moral dan sebuah institusi. Masyarakat konsumsi artinya sebuah cara baru dan spesifik bersosialisasi dalam hubungan dengan munculnya kekuatan-kekuatan produktif baru dan restrurisai monolistik sistem ekonomi pada produktifitas yang tinggi.
Kata “konsumtif” (sebagai kata sifat; lihat akhiran ) sering diartikan sama dengan kata “konsumerisme”. Padahal kata yang terakhir ini mengacu pada segala sesuatu yang berhubungan dengan konsumen. Sedangkan konsumtif lebih khusus menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal. konsumtif biasanya digunakan untuk menunjuk pada perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok. Pola hidup konsumtif sudah mengakar di budaya bangsa Indonesia, sehingga tak mengenal tua-muda, tak mengenal kaya-miskin.
Pendapat Pribadi :
Masyarakat berprilaku konsumtif tidak lagi memikirkan fungsi dan kegunaan barang yang digunakan, tetapi lebih kepada kepuasaan dan keinginan untuk memiliki barang tersebut, sampai masyarakat harus mengkonsumsi barang impor. Konsumsi barang impor merugikan negara sekaligus merugikan para produsen lokal yang barang-barang mereka tidak laku dijual. Namun dengan keadaan seperti ini masyarakat tidak bisa disalahkan sepenuhnya, karena masyarakat pun mempunyai pilihan-pilihan dan ketentuan mengapa mereka lebih menggunakan barang dari luar negri (impor), sesuai dengan yang telah di jelaskan oleh Buchanan dan Tullock (1962) menyebutkan dua asumsi kunci teori pilihan rasional dimana dijelaskan dengan asumsi pertama, Individu yang rata-rata lebih tertarik untuk memaksimalkan kegunaan. Kedua, Individu membuat keputusan, bukan kolektif . Selain teori pilihan rsional, teori yang dapat dignakan untuk menjelaskan hal tersebut adalah teori pertumbuhan ekonomi Walt Rostow (1960), dan teori perjuangan kelas Karl Marx.
Saran/Solusi :
produsen lokal perlu membuat produk yang akan membuat masyarakat lebih puas dengan kualitas barang yang diproduksinya. Karena dengan begitu masyarakat tidak lagi akan membeli barang luar negeri jika di Indonesiapun ada. Konsumen juga tidak salah jika membeli barang untuk kepuasannya namun konsumen juga harus memikirkan pemborosan yang dilakukan dengan membeli barag-barang mahal dan mewah. Sebaiknya kalau membeli barang mewah seperti itu pemerintah harus memberikan pajak yang lebih tinggi untuk meminimalkan pembelian yang secara berlebihan, serta budayakan sifat menabung.
Sumber:
- http://komahi.umy.ac.id/2010/12/budaya-konsumerisme-masyarakat.html
- Bungin, Burhan, 2006, Sosiologi Komunikasi, Jakarta Putra Grafika : Kencana Prenada Media Group.
Memang korelasi pemasaran produksi dan budaya pasca modern sangat memengaruhi perilaku konsumtif bagi masyarakat Indonesia, namun satu hal yang tidak bisa dipungkiri dimana perilaku itu muncul bukan disebabkan oleh faktor eksternal saja. Hal ini pun dipicu oleh faktor internal yaitu keinginan setiap individu untuk memiliki segala sesuatu.
Konsumsi adalah sebuah prilaku aktif dan kolektif, ia merupakan paksaan, sebuah moral dan sebuah institusi. Masyarakat konsumsi artinya sebuah cara baru dan spesifik bersosialisasi dalam hubungan dengan munculnya kekuatan-kekuatan produktif baru dan restrurisai monolistik sistem ekonomi pada produktifitas yang tinggi.
Kata “konsumtif” (sebagai kata sifat; lihat akhiran ) sering diartikan sama dengan kata “konsumerisme”. Padahal kata yang terakhir ini mengacu pada segala sesuatu yang berhubungan dengan konsumen. Sedangkan konsumtif lebih khusus menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal. konsumtif biasanya digunakan untuk menunjuk pada perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok. Pola hidup konsumtif sudah mengakar di budaya bangsa Indonesia, sehingga tak mengenal tua-muda, tak mengenal kaya-miskin.
Pendapat Pribadi :
Masyarakat berprilaku konsumtif tidak lagi memikirkan fungsi dan kegunaan barang yang digunakan, tetapi lebih kepada kepuasaan dan keinginan untuk memiliki barang tersebut, sampai masyarakat harus mengkonsumsi barang impor. Konsumsi barang impor merugikan negara sekaligus merugikan para produsen lokal yang barang-barang mereka tidak laku dijual. Namun dengan keadaan seperti ini masyarakat tidak bisa disalahkan sepenuhnya, karena masyarakat pun mempunyai pilihan-pilihan dan ketentuan mengapa mereka lebih menggunakan barang dari luar negri (impor), sesuai dengan yang telah di jelaskan oleh Buchanan dan Tullock (1962) menyebutkan dua asumsi kunci teori pilihan rasional dimana dijelaskan dengan asumsi pertama, Individu yang rata-rata lebih tertarik untuk memaksimalkan kegunaan. Kedua, Individu membuat keputusan, bukan kolektif . Selain teori pilihan rsional, teori yang dapat dignakan untuk menjelaskan hal tersebut adalah teori pertumbuhan ekonomi Walt Rostow (1960), dan teori perjuangan kelas Karl Marx.
Saran/Solusi :
produsen lokal perlu membuat produk yang akan membuat masyarakat lebih puas dengan kualitas barang yang diproduksinya. Karena dengan begitu masyarakat tidak lagi akan membeli barang luar negeri jika di Indonesiapun ada. Konsumen juga tidak salah jika membeli barang untuk kepuasannya namun konsumen juga harus memikirkan pemborosan yang dilakukan dengan membeli barag-barang mahal dan mewah. Sebaiknya kalau membeli barang mewah seperti itu pemerintah harus memberikan pajak yang lebih tinggi untuk meminimalkan pembelian yang secara berlebihan, serta budayakan sifat menabung.
Sumber:
- http://komahi.umy.ac.id/2010/12/budaya-konsumerisme-masyarakat.html
- Bungin, Burhan, 2006, Sosiologi Komunikasi, Jakarta Putra Grafika : Kencana Prenada Media Group.